Cerita Rakyat Asal Usul Candi Muara Takus

Candi Muara Takus

Alkisah zaman dahulu hiduplah masyarakat yang bekerja sebagai nelayan dan pedagang di sepanjang Sungai Kampar yang berpusat di Minangga Kanwar (Muara Takus). Disini dimulailah pertualangan ninik mamak yang gagah berani menelusuri sungai Kanwar menuju Muaro Sako hingga Selat Melaka menggunakan perahu yang menjadi alat transportasi pada saat itu.

DSC05227-300x225.jpg

 

Setelah beberapa bulan melakukan perjalanan dagang ninik mamak Datuok nan batigo pun berniat hendak pulang ke Minangga Kanwar. Namun ditengah perjalanan Datuok nan batigo melihat seekor burung gaudo (burung garuda/elang) yang terbang dengan cepat sambil mencengkram seorang gadis muda yang cantik rupanya sambil berteriak minta tolong. Datuok nan batigo pun berpikiran kalau gadis itu akan dibawa ke sarang sang burung gaudo dan dijadikannya sebagai santapan makan siang. Datuok nan batigo itu adalah Dt. Rajo Dibalai ( Ahli Tabib – pengobatan ), Dt. Bandaro Tanjung ( Ahli Selam ), Dt. Sati Gunung Malelo (Ahli Memanah ). Setelah melihat kejadian itu, Datuok nan batiga baumbik (berunding) dan menyuruh Dt. Sati Gunung Malelo untuk mengarahkan anak panahnya ke kaki burung gaudo tersebut. Dengan secepat kilat anak panahpun menembuh kaki burung gaudo. Karena merasa kesakitan dan membuatnya susah terbang, langsung saja sang burung gaudo melepaskan gadis muda dari cengkramannya. Sang gadispun jatuh kelaut dan tenggelam, dengan cepat tanggap Dt. Bandaro Tanjung langsung melompat kedaerah tenggelamnya gadis dan menyelam untuk mencarinya. Dengan keahliannya dan niat tulus sang gadispun ditemukan dan dibawa langsung ke atas kapal. Diatas kapal sang gadis dalam keadaan sekarat dan belum sadarkan diri. Tanpa piker panjangpun Dt. Rajo Dibalai langsung menyelamatkan nyawa sang gadis dan membrinya obat-obat kampung yang manjur. Berkat kerjasama Datuok nan batigo, sang gadis selamat dan sehat seperti sedia kala.

Datuok nan batigo melanjutkan perjalanannya menuju kampung halaman Minangga Kanwar. Dalam perjalanan terjadi tegur sapa Datuok nan batigo dengan sang gadis yang hanya dijawab dengan gelengan dan sesekali tersenyum. Bahasa yang diucapkan sang gadis tidak dimegerti oleh Datuok nan batigo dan sebaliknya. Setelah berlayar cukup lama, sampailah Datuok nan batigo ke Minangga Kanwar dan membawa gadis turun dari perahu. Masyarakat banyak yang bingung dan bertanya asal keberadaan gadis. Datuok nan batigo membawanya ke balai dan menjelaskan peristiwa yang dia alami. Masyarakatppun mengerti  dn mengizinkannya tinggal sementara disini sampai ada keluarga sanak saudaranya mencari.

Selama tinggal di daerah itu, sang gadis hanya suka bernyanyi dan mengucapkan kata yang tidak dimengerti masyarakat dan akhirnya masyarakat pun terbiasa. Datuok nan tigo bersama pemuka adat lainnya merunding dan member usulan untuk menyebarkan berita melalui alat komunikasi saat itu sepeti menghanyutkan kertas dalam wadah seperti botol agar dapat dibaca oleh orang yang menemukan botol dan juga dengan cara menyebarkan berita kepada pelaut dan pedagang lainnya. Walaupun dengan cara ini tetapi berita sangat efektif untuk disampaikan hingga sampai ke negri luar sungai Kampar tersebut.

Sampailah berita ini ketelinga salah seorang Raja yang tinggal di India dimana selama ini tengah mencari putrinya yang hilang. Tanpa pikir panjang sang Raja dan pengikutnya pergi ke sungai Kampar dimana anaknya ditemukandenga persiapan yang matang. Tidak susah untuk menuju sungai kampat karena dari India cukup mengarahkan kapal kea rah timur dan sesampainya diselat malaka telusuri sungai yang besar disumatera dan mengikuti pedagang Kampar yang ada di India. Apalagi pada zaman itu cukup majunya teknologi pelayaran yang digunakan.
Sebelum itu sang Raja dan pasukannya dengan susah payah telah mencari putrinya baik melalui jalur laut menggunkan kapal atau perahu maupun melalui jalur darat menggunakan gajah di berbagai daerah. Namun setelah adanya informasi bahwa putrinya tersebut berada di Minangga Kanwar, seluruh pasukan baik pasukan berkendaraan gajah maupun pasukan dengan kapal laut seluruhnya dikerahkan menuju Minangga Kanwar.

Mendengar kedatanga rombonga Kerajaan India, Datuon nan batigo berunding atau musyawarahuntuk persiapan penyambutan. Setelah ditemukannya kesepakatan, maka dimulailah para ninik mamak berdiam di puak puak atau balai yang ada ditepian sungai Kampar untuk mempersiapkan penyambutan rombongan Kerajaan India tersebut. Setelah beberapa hari berdatanagnlah rombongan kecil menggunakan kapal laut agar dapat melakukan penyerangan dan  segera menyelamatkan putri karena mereka mengira kalau sang putri itu diculik. Tetapi sebelum sampai di Minangga Kampar yang berada tidak jauh untuk penyerangan melalu daratan, kapalpun disandarakan disebuah batu pada saat itu yang sekarang dinamkan dengan daerah Batu Bersurat yang berlokasi diBukit Kincung. Menurut masyarat disini ada seorang Datuok bergelar Dt. Simalancar berhasil berdiplomasi dan bersiasat dengan pasukan Kerajaan India sehingga penyerangan dapat dihentikandengan cara meletakkna daun jelatang dipinggiran sungai Kampar dan menyampaikan bahwa disini tidak ada kerajaan, yang ada hanya adat istiadat ninik mamak yang memiliki kesaktian masing-masing. Tetapi karena merka tidak sabar dan ingin segera menyelamatkan sang putri tidak lama setelah pasukan yang turun dari kapal dan menyerang melalui daratanpun kembali kekapal dengan cepat karena badan meerka gatal-gatal dan membengkak akibat daun jelatang. Akhirnya pimpinan rombongan kecil ini mengambil langkah untuk tidak menyerang pemukiman di Minangga Kanwar dan kembali kekapal. Barulah ninik mamak, pemangku adat, orang – orang tua beserta para bomo ( peselantar Bono Sungai Kampar) dan seluruh masyarakat Minangga Kanvar menyambut dengan gembira.
Raja Kerajaan Indiapun tiba di pemukiman Sungai Kampar tanpa melakukan pemberhentian di tepi sungai. dan terkesan atas sambutan mereka. Dalam penyambutan putripun hadir dan menambah perasaan tyerkesan mereka karena putri dirawat dengan baik dn dalam keadaan sehat. Malahan sekarang sang putridenggan meninggalkan Minangga Kanwar karena putri pun terkesan dan senang tinggal disini mala sang putri enggan untuk meninggalkan daerah Minangga Kanwar. Disini masyarakatnya memilki sopan santun yang tinggi dengan adt istiadat leluhurnya. Sambil menunggu kedatangan pasukan lainnya yang mempergunakan jalan darat memakai kendaraan gajah Oleh ninik mamak, kepada rombongan yang akan kembali ke India, dititipkanlah hasil – hasil bumi dan hutan Kampar untuk Raja India sebagai tali hubungan persahabatan. Karena kedatangan rombongan kerajaan India inilah terbukanya informasi ke dunia luar bahwa Negeri Kampar dan kepulauan Sumtera yang bernama Swarnadwipa waktu itu merupakan daerah yang subur dan memiliki beraneka ragam hasil bumi dan hutan. Kengganan sang putrid untuk kembali dan keinginannya untuk menetap masyarakat besimpati dan sang Rajapun akhirnya setuju dengan cara memberikan pengawalan yang ketat karena banyaknya pedagang yang datang. Dan banyaknya juda masyarakat luar negeri yang berdatangan dan menambahkan pengaman yang banyak lagi.

DSC05239-300x225.jpg

Agar suasana India ada juga disana, sang Raja inisiatif untuk membuatkan kompleks yang didalmnya berisi candi-candi untuk putrinya yang bernama Putri Indira Dunia untuk melakukan kegiatan keagamaan sesuai kepercayaan saat itu. Dari komplek inilah masyarakat adanya pengaruh buadaya hindu terhadap masyarakat Kampar. Masyarakat Kampar yang dikepalai oleh Datuk sebagai ninik mamak beserta Bomo, Batin, Dukun dan Pawang sebagai penghubung dengan roh – roh Nenek Moyang terdahulu. Dalam hal adat, Nenek Moyang sebagai penghulu dan pimpinan adat, sangat dihargai oleh perwakilan kerajaan India yang berada di Minangga Kanwar waktu itu. Ninik mamak beserta anak kemanakan hidup dengan mengumpulkan hasil alam serta mencari ikan disepanjang tepian sungai kampar. Ninik mamak dan masyarakatpun mulai berkembang dan berpindah keberbagai daerah dan mendikan pemukiman disana. Maka diangkatlah bebrapa pimpinan atau ninik mamak sesuai aturan adat yang berlaku aturan kepada masyarakat adatnya sehubungan dengan kegiatan mengumpulkan hasil alam serta kegiatan kemasyarakatan lainnya. Hasil alam dipertukarkan didalam komplek candi untuk dijual dikeluar negeri. Karena Pihak kerajaan sangat menghargai tindakan ninik mamak disana karan telah menyelamatkan sang puteri. Dan berkembanglah Kerajaan Muara Takus dari timur barat utara selatan yang menjadikan sungai Kampar sebagai pusat perdagangan ketika itu. Hingga sekarang bukti Keberadaan Kerajaan Candi Muara Takus masih ada walaupun hanya sebagian kecil diaman ini dapat dijadukan bukti bahwa Diana pernah menajdi pusat Kerajaan dan Keagamaan yang besar sebelum mulai berpindah dan menyebarkan ke wilayah sumatera yang lain.

DSC05241-300x225.jpg

 

sumber : ( http://kampar.damai.id/2015/10/07/cerita-rakyat-asal-usul-candi-muara-takus/ )

Tinggalkan komentar